Di dalam sebuah organisasi, terutama yang telah berdiri lama, budaya tidak sekadar menjadi latar belakang, melainkan bisa menjadi penentu cara kerja, cara berkomunikasi, hingga kualitas hasil kerja itu sendiri. Salah satu bentuk budaya organisasi yang khas di Indonesia adalah bapakisme.

Perlu diketahui bahwa cara kerja sebuah organisasi, bisa sangat dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya. Di Indonesia, ada satu budaya yang cukup kuat dan masih sering dijumpai dalam berbagai organisasi, yaitu budaya bapakisme. Budaya ini menempatkan sosok pemimpin sebagai figur utama yang hampir selalu diikuti tanpa banyak pertanyaan, mirip dengan prinsip asal bapak senang.

Apa Itu Budaya Bapakisme?

Budaya bapakisme menggambarkan struktur organisasi yang sangat menghormati dan mengikuti pemimpin. Perintah dari atasan dianggap mutlak, bahkan ketika mungkin ada risiko atau ketidaksesuaian di lapangan. Budaya ini berakar kuat di masyarakat Jawa dan berkembang sejak masa Orde Baru. Budaya ini identik dengan:

  1. Sentralisasi kekuasaan
  2. Asal Bapak Senang (ABS): keputusan tidak boleh dibantah
  3. Loyalitas absolut terhadap pemimpin
  4. Minimnya diskusi atau pertimbangan alternatif

Di satu sisi, budaya ini bisa menciptakan stabilitas dan loyalitas. Namun di sisi lain, ia juga dapat menghambat kreativitas, komunikasi dua arah, dan akurasi informasi.

Kenapa Posyandu?

Posyandu dipilih karena merupakan salah satu organisasi sosial yang paling dekat dengan masyarakat, khususnya dalam upaya menjaga kesehatan ibu dan anak. Menariknya, Posyandu juga merupakan organisasi yang berada di persimpangan antara budaya tradisional dan modern. Karena sudah lama berdiri, Posyandu menjadi tempat yang sangat cocok untuk melihat bagaimana budaya tradisional dan modern bertemu. Dalam banyak kasus, nilai-nilai tradisional seperti bapakisme masih kuat berpengaruh dalam pengambilan keputusan dan jalannya kegiatan.

Hasil Penelitian dan Fakta di Lapangan

1. Budaya Bapakisme Mempengaruhi Kualitas Informasi dan Sistem

Pemimpin yang dominan (bapakisme) ternyata berperan signifikan dalam meningkatkan atau menurunkan kualitas informasi yang dihasilkan organisasi. Jika pemimpin bersikap terbuka, kualitas informasi meningkat. Jika tidak, informasi bisa dimanipulasi demi “menyenangkan atasan”.

2. Kualitas Sistem dan Informasi Berpengaruh ke Kepuasan Pengguna

Sistem kerja yang rapi, terstruktur, dan jelas akan membuat anggota merasa lebih puas. Dalam konteks Posyandu, ini berarti data kesehatan warga bisa dikumpulkan dan dilaporkan dengan lebih baik—dan berdampak pada pelayanan masyarakat.

3. Kepuasan Pengguna Berpengaruh terhadap Kinerja Individu

Ketika anggota organisasi merasa puas, mereka akan lebih produktif, semangat, dan memiliki rasa tanggung jawab tinggi. Dampaknya terlihat dari meningkatnya kualitas pelayanan dan kinerja tim.

Kesimpulan

Budaya organisasi bukan sekadar wacana, tetapi bentuk nyata dan berpengaruh hingga ke kualitas informasi yang dihasilkan dan produktivitas individu di dalamnya. Penelitian ini membuka wawasan bahwa jika ingin organisasi maju, budaya yang dianut harus benar-benar diperhatikan dan bukan hanya mengikuti asal bapak senang, tapi juga asal semua berkembang.

Source: https://bis-sby.telkomuniversity.ac.id/wp-content/uploads/2024/12/Pengaruh-Budaya-Organisasi-Terhadap-Kualitas-Informasi-Berdampak-pada-Individu-Organisasi.pdf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *