Ketika transformasi digital menjadi keharusan, kecepatan dan fleksibilitas adalah segalanya. Namun, tidak semua organisasi memiliki tim pengembang yang besar atau waktu pengembangan yang panjang. Di sinilah low-code platform muncul sebagai jembatan antara kebutuhan digital yang mendesak dan keterbatasan sumber daya teknis. Dengan pendekatan visual, drag-and-drop, serta komponen siap pakai, low-code memungkinkan siapa saja—bahkan yang bukan developer—membangun sistem informasi yang kompleks dalam waktu singkat.

Dulu, membangun sistem informasi memerlukan pengkodean dari nol dan proses development yang panjang. Kini, dengan platform seperti OutSystems, Mendix, dan Microsoft Power Apps, pengembangan aplikasi bisnis dapat dilakukan hanya dalam hitungan hari. Bahkan, laporan Forrester (2024) mencatat bahwa organisasi yang mengadopsi low-code dapat mempercepat siklus pengembangan hingga 10 kali lipat dibanding metode konvensional.

Low-code tidak hanya menyederhanakan teknis, tapi juga memperluas kolaborasi. Analis bisnis, staf operasional, dan bahkan HR kini dapat terlibat langsung dalam merancang sistem informasi sesuai kebutuhan mereka—dari dashboard monitoring, sistem absensi digital, hingga otomatisasi proses layanan pelanggan. Ini mendorong munculnya citizen developer, peran baru yang memperluas kapabilitas teknologi di luar tim IT.

Salah satu studi kasus menarik datang dari Schneider Electric, yang menggunakan low-code untuk membangun lebih dari 60 aplikasi internal dalam waktu kurang dari dua tahun—mulai dari sistem logistik hingga workflow procurement. Dampaknya, efisiensi meningkat hingga 25%, dan ketergantungan pada vendor eksternal berkurang drastis.

Di sektor pendidikan, Telkom University memanfaatkan low-code untuk mengembangkan modul layanan akademik dan pelaporan administrasi. Dengan pengembangan berbasis low-code, tim pengelola TI kampus mampu merespons perubahan regulasi dan kebutuhan pengguna dengan lebih cepat, tanpa perlu menunggu waktu development panjang.

Namun, adopsi low-code bukan tanpa tantangan. Pertanyaan tentang keamanan, skalabilitas, dan integrasi sistem legacy tetap relevan. Oleh karena itu, pendekatan terbaik adalah menggabungkan kekuatan low-code dengan prinsip-prinsip arsitektur sistem informasi yang matang: modular, interoperable, dan aman.

Low-code bukan pengganti developer, tetapi pendorong kolaborasi dan percepatan inovasi. Di era di mana perubahan harus dijawab dengan cepat, low-code menjadi senjata strategis untuk mengubah ide menjadi solusi nyata—tanpa harus menulis ribuan baris kode.


Referensi Ilmiah dan Industri
  1. Forrester Research. (2024). The Rise of Low-Code Development in Digital Transformation.
  2. IEEE Access. (2023). Low-Code Platforms: A Systematic Review on Capabilities and Limitations.
  3. Schneider Electric. (2023). Accelerating Innovation Through Low-Code Application Development.
  4. Mendix. (2024). Case Studies on Enterprise Low-Code Adoption.
  5. Microsoft Power Platform. (2023). Empowering Citizen Developers in Organizations.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *