
Dunia digital saat ini bergerak di antara dua kutub besar teknologi: edge computing dan cloud computing. Masing-masing memiliki keunggulan yang menonjol, namun tantangan kompleks dari sistem informasi modern tidak bisa lagi diselesaikan dengan hanya memilih salah satunya. Justru, jawabannya terletak pada integrasi keduanya—menyatukan kecepatan lokal dari edge dengan kekuatan komputasi dan penyimpanan tak terbatas dari cloud.
Edge computing memberikan kecepatan dan kedekatan. Ia memungkinkan data diproses secara lokal di dekat sumbernya—di perangkat IoT, router pintar, atau mini data center. Ini menghasilkan latensi rendah dan respons instan, sangat penting untuk aplikasi seperti kendali mesin industri, monitoring medis, atau kendaraan otonom. Namun edge memiliki keterbatasan, terutama dalam penyimpanan jangka panjang dan skala analitik data besar.
Di sisi lain, cloud computing menyajikan elastisitas dan skala. Ia menjadi tulang punggung sistem informasi global yang menyimpan dan mengolah data dalam jumlah besar, menjalankan model machine learning, serta menyediakan backup dan redundansi yang solid. Tapi cloud juga punya kendala: latensi tinggi, ketergantungan koneksi internet, dan hambatan privasi untuk data yang sangat sensitif.
Inilah alasan mengapa sistem informasi modern membutuhkan arsitektur hybrid—di mana edge dan cloud bekerja berdampingan, saling melengkapi. Model ini dikenal sebagai fog computing atau cloud-edge continuum, dan sudah diadopsi oleh berbagai industri yang bergerak cepat dan berbasis data real-time.
Studi kasus menarik datang dari sektor manufaktur. Bosch dan Siemens mengembangkan solusi industri 4.0 di mana sensor dan perangkat edge memantau proses produksi secara langsung, sementara data yang dikumpulkan dikirim ke cloud untuk analisis lebih dalam, pelatihan model AI, dan optimasi jangka panjang. Ini memungkinkan pabrik menjadi lebih pintar—responsif sekaligus terencana.
Sementara di sektor ritel, Amazon Go menggabungkan edge (untuk deteksi gerakan, pembacaan kamera, dan transaksi instan) dengan cloud (untuk analisis perilaku belanja, pemrosesan inventaris skala besar, dan sistem rekomendasi). Tanpa sinergi dua pendekatan ini, pengalaman seamless yang dijanjikan akan sulit tercapai.
Menurut Gartner (2024), lebih dari 75% data enterprise akan diproses di edge pada 2025, namun lebih dari 90% analisis strategis dan penyimpanan masih akan bergantung pada cloud. Artinya, perusahaan yang berhasil menyatukan dua pendekatan ini akan memiliki keunggulan kompetitif signifikan.
Integrasi edge dan cloud juga menjawab tantangan regulasi dan privasi. Data dapat diproses di edge untuk keamanan lokal, lalu hanya informasi yang telah dianonimkan dikirim ke cloud. Pendekatan ini sesuai dengan prinsip-prinsip desain arsitektur sistem informasi yang adaptif, aman, dan skalabel.
Dengan berkembangnya teknologi seperti 5G, AI, dan IoT, kebutuhan akan arsitektur hybrid ini akan semakin tinggi. Edge dan cloud bukan dua kubu yang bersaing—mereka adalah dua sisi dari mata uang yang sama, membentuk sistem informasi masa kini yang efisien, adaptif, dan siap menghadapi masa depan.
Referensi Ilmiah dan Industri
- Gartner. (2024). Edge and Cloud Convergence: Strategic Guide for CIOs.
- IEEE Internet of Things Journal. (2023). Hybrid Architectures for Intelligent Information Systems.
- Bosch Global. (2023). Industry 4.0 and Edge-Cloud Integration in Manufacturing.
- Amazon Go. (2022). Seamless Shopping Experience Powered by Cloud and Edge.
- McKinsey Technology Trends. (2023). The Rise of Edge-Cloud Continuum in Enterprise Systems.